![]() |
Mbah Fanani di dalam bilik |
1. Edan! Mbah Fanani Bertapa 26 Tahun di Dataran Tinggi Dieng
Jalan berliku dan curam ditambah dengan dinginnya udara tidak
menyurutkan laju kuda besiku untuk mencapai dataran tinggi Dieng yang
konon merupakan salah satu dataran tinggi terluas di Indonesia dengan
ketinggian 2093 M DPL. Dengan suhu bisa mencapai 0 derajat celcius pada
pagi hari (musim kemarau) di bulan Juli dan Agustus.
Semua
berawal dari informasi yang aku dapat dari dunia maya, juga beberapa
kawan mengatakan hal yang senada, hingga akhirnya ingin membuktikan
sendiri keberadaan sosok misterius yang menjadi perbincangan banyak
orang tersebut.
Mbah Fanani demikian orang-orang menyebutnya,
keberadaan Mbah Fanani di dataran tinggi Dieng cukup menarik untuk
ditelisik. Siapa sebetulnya beliau? Dan apa maksud serta tujuan Mbah
Fanani bertapa? atau lebih tepatnya menurutku menyendiri selama 26 tahun
lamanya di tepi jalan di dataran tinggi dieng di Rt 1/Rw 1 Desa Dieng
Kulon depan Musala Al-Amin jalan menuju komplek candi Dieng, dari musala
kurang lebih berjarak 25 meter. Dengan hanya menempati bilik kecil
berukuran -+1,5x1 meter beratapkan terpal berwarna biru. Disaat orang
kebanyakan berlomba-lomba mengejar gemerlapnya isi dunia justru
sebaliknya sosok Mbah Fanani menepi seorang diri menjauh dari itu semua
cukup di bilik kecil dengan hanya berkain sarung saja.
H.
Zainudin adalah orang pertama yang coba kutanya, tak banyak yang aku
dapatkan informasi dari lelaki sepuh ini. Beliau terkesan tertutup dan
nampak hati-hati sekali dalam berkata. Meski demikian beliau memberikan
penjelasan sebelum Mbah Fanani menempati bilik itu sambil tangannya
menunjuk ke arah yang dimaksudkan dari dalam musala.
Dahulu Mbah
Fanani sebelum di Desa Dieng Kulon ini, bertapa di Desa Sitieng
menempati sebuah goa kecil di tepi jalan hingga beberapa tahun lamanya,
kemudian tanpa diketahui sebabnya beliau berpindah ke Desa Wadas Putih
yang masih satu arah jalan menuju komplek Candi Dieng, lantas berpindah
lagi di Desa Tapak Banteng dan di Desa Dieng Kulon ini paling lama,
yaitu kurang lebih 17 tahun lamanya kata beliau.
Lain halnya
dengan penuturan Pak Mujiono lelaki tengah baya yang memiliki usaha toko
persis diseberang jalan Musala Al-Amin. Beliau mengatakan terkadang
banyak orang-orang dari luar kota berdatangan antara lain dari Batang,
Pekalongan, Purwokerto, Jepara serta kota lainya hingga dari luar Jawa
mengunjungi tempat pertapaan Mbah Fanani katanya. Masih menurut
penuturan Pak Mujiono, bahkan sering terlihat mereka yang datang
ternyata diketahui para santri dari luar kota kemudian membersihkan
tempat sekitar pertapaan Mbah Fanani.
Rumah Pak Mujiono bisa
terbilang sangat dekat dengan pertapaan Mbah Fanani, namun selama
belasan tahun lamanya beliau menuturkan tidak pernah sekalipun melihat
Mbah Fanani keluar dari bilik kecil tersebut. Ketika aku tanyakan maksud
dan tujuan Mbah Fanani laku tapa, beliau menjawab tidak tahu. Beliau
justru menyuruhku bertanya ke sebuah rumah yang persis berada di
belakang tempat Mbah Fanani bertapa.
Rasa penasaran membuatku
mendatangi rumah yang persis di belakang bilik Mbah Fanani. Saat
melewati depan bilik yang tertutup rapat itu sempat aku lirik ada piring
dalam keadaan kosong tergeletak di bibir bilik, selebihnya hanya gelap
yang terlihat meski sore itu cukup cerah cuacanya.
Di teras
ternyata terlihat berkumpul ibu-ibu yang sedang mengobrol, mereka
sepertinya bersikap biasa saja dan tidak ada sesuatu yang aneh meski
jarak antara tempat mereka duduk-duduk ke bilik Mbah Fanani tak lebih
dari 5 meter jaraknya. Akhirnya satu diantara mereka aku ketahui bernama
Ibu Sugiono pemilik rumah. Tak banyak pula yang aku dapat keterangan
dari Ibu Sugiono baik maksud dan tujuan Mbah Fanani memilih bertapa di
depan rumahnya tersebut.
Yang pasti selain para pengunjung luar
kota juga yang kebetulan melintas kemudian memberikan makan dan air
mineral di bilik, dalam kesehariannya Pak Sugiono dan keluarga yang
menyediakan makanan. Tapi anehnya meski mereka yang paling dekat secara
fisik dengan Mbah Fanani juga belum pernah melihat sosok Mbah Fanani
keluar dari bilik selama ini.
Padahal dari penuturan Ibu Sugiono
keluarganya juga menyediakan/membuatkan khusus kamar kecil tapi hingga
saat ini belum pernah digunakan sama sekali. Kesan hati-hati dalam
memberikan informasi begitu terasa dari orang-orang sekitar Mbah Fanani
bertapa, akhirnya aku putuskan mencari informasi yang cukup jauh
jaraknya namun masih diseputar Dataran Tinggi Dieng.
Dari kabar
yang berhembus luas dari penduduk setempat, sosok lelaki misterius yang
disebut Mbah Fanani ini memiliki pandangan khusus mengenai dataran
tinggi Dieng. Sebagaimana tertera dalam ramalan Jayabaya disebutkan
wilayah Kedulangmas (Wil. Kedu, Magelang & Banyumas) nantinya akan
ditutupi banjir bandang yang besar. Oleh karena itu Mbah Fanani memiliki
kayakinan dia tidak akan pulang ke tanah kelahirannya sebelum hal
tersebut terjadi di daerah yang dimaksudkan.
Di sini penulis jadi
ingat sepanjang jalan dari arah Wonosobo baik bukit maupun gunung
seputar dataran tinggi Dieng hampir tidak menemukan hutan atau pohon
besar kecuali tanah gunung dan perbukitan yang sudah berubah fungsi
menjadi lahan tanaman kentang dan sebagainya. Beralih fungsi bagaimana
jika alam menagih janji?
Masih menurut cerita seputar Mbah Fanani
dari penduduk setempat. Pernah suatu hari keluarga Mbah Fanani, yang
konon dari Kuningan Jawa Barat, datang bermaksud menjemput dan kemudian
mengangkat tubuh Mbah Fanani dari dalam bilik ke dalam mobil. Namun
anehnya ketika mobil hendak distarter tidak bisa hidup. Atau dengan kata
lain Mbah Fanani mengisyaratkan tidak ingin pulang terlebih dahulu.
Ada lagi cerita yang berhembus suatu hari pernah di kawasan jalan Desa
Dieng Kulon dan Wetan yang masuk wilayah Wonosobo terendam banjir
bandang. Namun anehnya air yang mengalir seperti menjauh dari tempat
pertapaan Mbah Fanani. Di luar nalar memang, namun demikianlah cerita
dari penduduk setempat yang dekat dengan tempat pertapaan Mbah Fanani.
Dan masih banyak lagi cerita-cerita mistis seputar sosok misterius Mbah
Fanani yang berkembang di masyarakat.
Yang pasti hanya Tuhan dan
Mbah Fanani sendiri yang mengetahui maksud dan tujuan yang tersirat dari
beliau melakukan tapa di dataran tinggi Dieng. Wallahu A'lam. (http://wisbenbae.blogspot.com/…/edan-mbah-fanani-bertapa-26…)
2. Mbah Fanani Petapa Dataran Tinggi Dieng
Mbah Fanani merupakan nama julukan yang diberikan kepada masyarakat
dataran tinggi Dieng untuk seorang tokoh petapa yang telah lama
melakukan petapaan di daerah dataran tinggi Dieng. Dengan wajah putih
dan sorot mata yang tajam kehadiran penulis disambut langsung oleh Mbah
Fanani di rumah tendanya yang terbuat dari plastik terpal. Walau
terlihat ruangan yang begitu sempit dan pengap, namun terpancar sebuah
aura positif bening dengan sorot mata yang tajam dari wajah Mbah Fanani
Sang Petapa Dataran Tinggi Dieng.
Suara gemuruh kendaraan
bermotor yang lalu lalang di depan tenda Mbah Fanani, dan cuaca cerah
disertai udara dingin hingga menembus pori-pori tubuh hingga ke tulang,
menghantarkan penulis memasuki ruang tenda dari sebuah pinta kecil yang
tertutup rapat. Walau hanya waktu sebentar tidak lebih dari 2 menit
pertemuan penulis dengan Mbah Fanani Sang Petapa Dataran Tinggi Dieng.
Sosok lelaki dengan berambut gimbal yang terurai panjang tebal hingga
ke lantai, hanya menggunakan sehelai kain sarung berwarna coklat yang
menutupi tubuh, duduk di antara tumpukan kardus itu menerima permintaan
penulis untuk bersedia diambil gambar photonya. Hal ini membuat hati
penulispun menjadi senang diterima oleh Mbah Fanani Sang Petapa Dataran
Tinggi Dieng.
Sebuah lakon ataupun laku tapa yang dilakukan oleh
Mbah Fanani di dataran tinggi Dieng merupakan salah satu budaya tradisi
yang masih dijalankan oleh beberapa orang di belahan dunia ini. Hal ini
sebagai jalan dari kepercayaan dan keyakinan seseorang untuk mendekatkan
diri kepada Tuhan mereka. Sudah barang tentu mereka yang melakukan tapa
memiliki tata cara tersendiri dan niatan yang hanya diketahui oleh
dirinya sesuai dengan apa yang telah mereka percayai dan yakini.
Kisah cerita tentang tokoh Petapa Dataran Tinggi Dieng Mbah Fanani
banyak kita temukan dalam sebuah tulisan di website blog yang beredar di
dalam dunia internet, bahkan ada yang telah terangkat dalam media massa
yang beredar di Ibukota. Cerita-cerita tersebut banyak memiliki versi
yang berbeda dengan berlatar belakang narasumber yang berbeda-beda,
hingga berkembang cerita di tengah-tengah masyarakat dengan versi yang
berbeda tentang Mbah Fanani Sang Petapa Dataran Tinggi Dieng.
Kehadiran penulis di lokasi tempat petapaan Mbah Fanani di dataran
tinggi Dieng hanya bersifat kemanusiaan dan bersilaturahmi dengan
memberikan sedikit makanan dan minuman kepada beliau yang sedang
melakukan tapa di daerah dataran tinggi Dieng, pada saat penulis
melakukan perjalanan wisata di daerah ini.
Menurut cerita dari
kerabat penulis yang tinggal di dataran tinggi Dieng, Mbah Fanani telah
melakukan petapaan di tiga wilayah Dieng. Beliau berasal dari daerah
Kuningan, Jawa Barat. Hal ini diperkuat dengan cerita masyarakat
setempat yang mengatakan bahwa keluarga Mbah Fanani yang berasal dari
daerah Kuningan, Jawa Barat pernah datang ke lokasi petapaan beliau
untuk menjemput beliau pulang ke rumah. Namun, pada saat akan berangkat
kendaraan yang ditumpangi Mbah Fanani tidak dapat jalan.
Itulah
sekelumit cerita garis besar yang dapat penulis ceritakan dalam artikel
ini tentang sosok Mbah Fanani Sang Petapa Dataran Tinggi Dieng. Dan
dengan tidak mengurangi rasa hormat penulis kepada tokoh Sang Petapa
Dataran Dieng Mbah Fanani dan keluarga besarnya, maka penulis tidak akan
mengangkat cerita tentang beliau. Biarlah cerita dan maksud tujuan dari
tokoh Mbah Fanani sendirilah yang pada saatnya akan bercerita kepada
anak cucuk dan keluarga serta kerabatnya, agar tidak terjadi
kesimpangsiuran di tengah-tengah masayrakat. Terlebih cerita yang
diangkat akan mengganggu dan merugikan kalangan keluarga.
Semoga
gambar photo yang penulis dapatkan dan diijinkan oleh Mbah Fanani Sang
Petapa Dataran Tinggi Dieng ini dapat mengobati rasa rindu dan kangen
keluarga besar kepada beliau. Bagi rekan-rekan yang akan mengetahui
kawasan wisata Dieng Plateau, anda dapat mengunjungi halaman informasi
tempat wisata Dienga Plateau dan halaman informasi harga tiket masuk
Dieng Plateau. (http://www.ejawantahtour.com/…/mbah-fanani-sang-petapa-data…).
3. Petapa Lembah Dieng
Gus Nanang, putra Kyai Abdul Ghofir Bumen Wonosobo, menyebut Mbah
Fanani masih keluarga dari istrinya Sayyid Hasan Al Ba'bud (Wan Hasan
Bulus Purworejo). Istrinya Wan Hasan masih dari garis keturusan
Syarifah. Artinya Mbah Kyai Fanani merupakan seorang sayyid dan atau
habib. Dulu pernah dibujuk untuk kembali ke Cirebon oleh istri dan
keluarganya. Namun Mbah Kyai Fanani menolak tanpa alasan.
Kemudian merebak sebuah mitos di masyarakat Wonosobo terkait alasan
penolakan tersebut. Pertama, dikarenakan tempat paling tinggi dan
strategis di Jawa Tengah adalah Wonosobo sehingga untuk melakukan 'uzlah
dan riyadhah menjadi lebih khikmat tanpa adanya gangguan. Kedua, Mbah
Kyai Fanani hanya akan pulang (atau turun) apabila Wonosobo sudah
menjadi lautan.
Dulu Mbah Kyai Fanani mampu berinteraksi lisan
dengan para pengunjung yang sowan dengannya. Namun sekarang tidak mau
mengeluarkan sepatah katapun, bahkan untuk menganggukkan kepalanya saja
jarang. Menurut penuturan juru kuncinya, "ketika hendak berinteraksi
dengan Mbah Kyai tidak usah bersuara, cukup dengan menyebutkan di dalam
hati saja. Mbah Kyai sudah mengetahui maksud dan tujuannya. Dan niat
yang disebutkan dalam hati diusahakan yang baik-baik saja."
Mbah
Kyai Fanani sendiri datang ke Wonosobo pada tahun 70-80an. Beliau
pertamakali tiba di Wonosobo langsung menuju sebuah desa yang tepat di
lereng gunung. Desa Tieng, menjadi tempat beliau sampai akhir tahun
2011. Tempat tinggal beliau di sebuah Goa, tepat di ujung desa Tieng.
Desa Tieng dilanda bencana tanah longsor yang dahsyat, sebagian
warganya bahkan menjadi korban. Kabar berita duka tersebut sebenarnya
sudah diberitahu oleh Mbah Fanani sehari sebelum kejadian. Mbah Kyai
berbicara kepada salah satu masyarakat Tieng: "Besok sore akan terjadi
bencana longsor di sekitar sini." Namun orang tersebut menghiraukan
imbauan itu, bahkan Mbah Fanani sampai diusir dari tempat tersebut.
Alasannya karena beliau dianggap mengada-ada.
Akhirnya Mbah
Fanani pindah ke dataran yang lebih tinggi, yaitu desa Dieng. Tempat
yang pada abad ke 7-9 menjadi cikal bakal berdirinya kerajaan Mataram
Kuno. Dieng disebut sebagai Pingkalingganing Buwana (Poros Dunia),
tempat dimana para kaum Brahmin dari India datang untuk bersemedi,
bersatu dengan alam, sampai tempat untuk Moksa (kelepasan duniawi). Mbah
Kyai Fanani, sebagai simbol orang suci yang mempunyai ketajaman hati
dan pikiran. Manunggal dengan alam semesta, mengabdi pada yang kuasa,
dengan meninggalkan berbagai macam kehidupan dunia yang menipu. Waallhu
a'lam. (Fb: Agus Munir Mohammed).
4. Misteri Mbah Fanani Yang Bertapa 25 Tahun di Daerah Dieng
Rambut lelaki dengan wajah putih bersih itu gimbal. Bagian depan rambut
menutupi wajahnya yang tampan. Sorot matanya bening memandang penuh
tenang. Hidung lelaki berkumis tebal itu memang mancung. Ia hanya
berselimut sarung duduk di antara dua drum. Itu sebagai penyangga kayu
penahan layar rangkap dua dengan pintu dari plastik tempat ia bertapa.
Di bagian belakang gubug kecil itu dipasang triplek. Setiap kali layar
atap itu mulai menua dan lusuh maka akan diganti oleh pak Sugiyono yang
kebetulan rumahnya persis di depan tempat Mbah Fanani bertapa. Ketika
kami mencoba membuka pintu plastik tempatnya bertapa dan menyapanya
dengan salam ia diam seribu bahasa.
“Assalamualaikum Mbah,” kata kami kepadanya. Ia hanya diam saja. Mata memandang ke bawah dan hanya melumatkan bibirnya.
“Assalamualaikum Mbah,” kata kami kepadanya. Ia hanya diam saja. Mata memandang ke bawah dan hanya melumatkan bibirnya.
Dalam suasana penuh tanda tanya itu angin dingin yang berhembus
bersahut kencang dengan raungan bunyi mesin-mesin di pinggir jalan tak
kuhiraukan. Tampak di bawah pintu itu dua gelas bekas minuman air putih
dan teh serta dua mangkok bekas bakso dan mie. Di dalam ruangan tersebut
terlihat pengap. Namun kondisi tersebut tak dihiraukan oleh Mbah
Fanani. Meski tampak lusuh, ada aura positif yang terpancar dari
badannya. Ia hanya melumatkan kedua bibirnya yang tampak merah.
Menurut Pak Ono, Mbah Fanani bertapa di tepi jalan kawasan RT 1 RW 1
depan musala Al-Amin itu sudah 20 tahun. Setiap pagi ia mengaku
memberinya makan mie goreng dan malam harinya kadang ada yang memberi
nasi goreng lengkap dengan minuman teh hangat dan air putih. “Barusan
saya mengganti layar atap tempatnya bertapa. Ia tidak mau diberi pakaian
bagus dan sandal jepit. Tiap bulan sekali keluarganya dari Kuningan
Jawa Barat selalu menengok perkembangan dia,” katanya.
Lain
halnya dengan penuturan Susliono. Lelaki berusia 35 tahun yang berjualan
bakso dekat tempat Mbah Fanani bertapa tersebut mengaku tiap siang
selalu memberikan bakso. Ia menyadari tak tahu kapan Mbah Fanani keluar
dari tempat tersebut untuk sekedar buang air besar dan air kencing. Itu
terjadi bagi semua warga Wonosobo yang dulu pernah memenangi saat dia
bertapa di Desa Tieng Kecamatan Kejajar. “Ia tapa bisu. Saya hanya ingin
berbagi dengan sesama dan Alhamdulillah rejeki lancar,” kata warga
Garung Wonosobo yang bolak-balik tiap hari untuk berjualan bakso
tersebut.
Meski terjadi hujan deras dan panas, Mbah Fanani tak
pernah beranjak dari tempat duduknya. Ia tetap diam di dalam bangunan
kecil di pinggir jalan tersebut. Keadaaan lelaki yang tak pernah
diketahui pernah mandi di Desa tersebut tak pernah membuat masyarakat
merasa terganggu. Sebaliknya masyarakat sepertinya sudah terbiasa dengan
sikap aneh yang muncul dari dalam diri Mbah Fanani. “Jika sewaktu-waktu
keluar diberi bakso, tangannya juga mau menerima meski dia bergerak
dari tempat satu dengan yang lain dengan merangkak. Alhamdulillah bakso
saya selalu habis,” ujar si penjual bakso.
Susliono mengaku
pernah diajak berbicara dengan Mbah Fanani dalam bahasa Indonesia. Suatu
malam Mbah Fanani mengaku pernah diusir oleh seorang putri agar pergi
dari tempat tersebut. "Akibatnya ia merangkak cepat sekitar 500 meter
sampai pos polisi di Desa Dieng Kulon ini,” paparnya.
Kejadian
lain, banyak orang dari Kudus, Banjarnegara yang berbondong-bondong ke
tempat pertapaan Mbah Fanani. Mereka membawa beberapa botol air mineral.
Botol air itu diletakkan di tempat Mbah Fanani bertapa. Setelah
seperempat jam dengan doa penuh keyakinan mereka lalu meninggalkan
tempat Mbah Fanani,” paparnya.
Ketika keluarganya dari Kuningan
bertandang ke tempat ia bertapa, Mbah Fanani tetap tak mau diajak
berbicara. Kendati ditawari untuk berganti pakaian ia tetap menolak
mengenekannya. "Mbah Fanani sepertinya lebih nyaman hidup tanpa
mengenakan pakaian bagus. Ia bilang bahwa laku yang ia perbuat itu
karena dulu kakekknya pernah bertapa selama tiga tahun di kawah Sikidang
dan Sumur Jolotundo objek wisata Dieng wilayah Kabupaten Wonosobo,”
tandasnya.
Dari informasi yang dihimpun dan berhembus luas di
tengah masyarakat Wonosobo, lelaki misterius yang diduga memiliki nilai
mistis ini memiliki pandangan tersendiri dengan dataran tinggi Wonosobo.
Sebagaimana tertera dalam ramalam Jayabaya wilayah Kedulangmas (Kedu,
Magelang dan Banyumas) nantinya akan ditutupi dengan banjir bandang.
Karena itu mbah Fanani memiliki pandangan bahwa dia tidak akan kembali
ke tanah kelahirannya sebelum kejadian tersebut terjadi di wilayah
Wonosobo. “Mbah Fanani berkata dia akan kembali ke rumahnya di Kunginan
Jawa Barat dengan naik perahu,” kata Budiyanto warga Wonosobo.
Atas dasar pemahaman itulah lelaki yang disebut-sebut sebagai manusia
aneh dan langka di zaman modern saat ini terus duduk diam di dataran
tinggi Dieng. Meski sebagian besar masyarakat di lokasi tersebut
mengenakan kaos kaki dan kaos tangan serta baju serta celana panjang
namun Mbah Fanani memilih telanjang dada. Hanya kain sarung saja yang
menempel di bagian tubuhnya. Ia merasa damai dengan kondisi tersebut
lantaran memiliki pandangan lain pada umumnya yang terjadi atas berbagai
konstruksi agama, budaya dan keyakinan yang terjadi di tengah
masyarakat umum.
alhamdulillah kemaren tanggal 20/10/2016 saya bersama rombongan guru saya menemui syeikh fanani
BalasHapusMaaf mass. Mau tanya apakah syeh fanani masih tinggal disana ? dimana keadaanya ? minta alamatnya mbah fanani mas..niat mau showan beliau
HapusApakah. Syeh fanani masih tinggal di dieng
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusMohon info terbaru Mbah Fanani. Thanks
BalasHapusTulisan yang bagus. Jika berkenan sharing spiritual, ada referensi yang bisa dijadikan rujukan. Belajar spiritual melalui jalan yang sesuai pribadi masing- masing, baik agama, gaib, kebaikan, fisik, indigo, music/ seni, yoga/ meditasi, dll:
Cara Belajar Spiritual
Untuk info kesuksesan yang telah belajar:
Tindak Lanjut Tasbih