Sabtu, 30 April 2016

Ada Nenek Pertapa di Situbondo, Ada Juga Kakek yang Sudah Tapa Puluhan Tahun di Dieng


Ada Nenek Pertapa di Situbondo, Ada Juga Kakek yang Sudah Tapa Puluhan Tahun di Dieng

Nenek pertapa di hutan jati Desa Sumberkolak Kecamatan Panarukan, Situbondo membuat geger. Nenek itu sudah 25 hari bertapa di hutan. Dia tak makan, hanya meminum air putih. Nenek itu marah saat didekati, warga dan pihak terkait kini melakukan pemantauan.

Urusan pertapa, tak hanya nenek di Situbondo saja. Bila Anda pergi ke kawasan Dieng, Wonosobo, Jateng, di pinggir jalan ada sebuah tenda biru. Tenda itu bukan sembarang tenda tapi dihuni Mbah Fanani.

Tak ada yang tahu persis siapa sesungguhnya Mbah Fanani, pria yang ditaksir berusia 70-an tahun dan sudah 20 tahun lebih bertapa di pinggir jalan di Dieng Wetan, Jateng ini. Asal usul si mbah ini pun hanya berasal dari rumor saja.

Kabarnya dia berasal dari Cirebon, dan tak diketahui apa yang membuat dia memilih bertapa di Dieng.

"Tapa itu ada dua, tapa ramai tapa nyepi. Si Mbah ini mungkin mau tapa ramai, di pinggir jalan," terang Slamet seorang penduduk Dieng saat ditemui beberapa waktu lalu.

Tapi Slamet pun angkat tangan tak tahu mengapa daerah Dieng yang menjadi tempat lokasi tapa si Mbah. Dahulu si Mbah ini bertapa di gua di kawasan Dieng namun kemudian dengan berjalan merangkak dia pindah ke depan rumah penduduk bernama Sugiyono di pinggir jalan Dieng yang menghubungkan Wonosobo dan Banjarnegara.

"Saya juga nggak tahu kenapa Mbah pilih di depan rumah saya," jelas Sugiyono yang akrab disapa Ono ini.

Saat diam di depan rumah Ono, 17 tahun lalu persis saat putranya lahir, Mbah Fanani tahu-tahu membawa plastik dan berdiam di depan rumah. Ono dan keluarga tak mengusir dan kemudian malah memberi makan.

"Makan pagi, siang, sama malam. Mbah maunya makan dari makanan dari rumah saya saja, dikasih orang lain nggak mau," terang dia.

Bila Anda melintas di pinggir jalan Dieng, melihat tenda biru di sanalah Mbah Fanani tinggal. Detikcom sempat bertemu si mbah di dalam tendanya. Tatap matanya tajam, kulit putih, dan rambut hitam bergelung. Tak ada kata-kata yang diucapkan si Mbah, dia hanya menggeleng atau mengangguk saja.

"Ini tenda biru yang bangun santri dari Pasuruan disuruh kyainya katanya, dulu cuma seadanya. Katanya kasihan si mbah kedinginan, ya saya sih silakan saja," terang Ono.

Banyaknya yang datang menemui Mbah Fanani justru orang dari luar kota, bahkan dari Cirebon. Rupa-rupa permintaan mereka, apalagi pas musim pencalegan, banyak caleg yang ingin sukses dan menemui Mbah Fanani.

"Saya sih nggak tahu siapa saja yang datang, mungkin malam kali datangnya. Tahu-tahu di dekat tenda pagi banyak gambar Caleg," jelas Ono.

Pernah suatu ketika ada orang dari Cirebon datang dan mengaku keturunan Mbah Fanani. Orang itu pun mencoba membawa Mbah Fanani pulang ke Cirebon tetapi tak bisa dilakukan karena si mbah menggeleng menolak.

Banyak cerita dan mitos soal si mbah yang tak pernah keluar dari tendanya. "Nggak pernah keluar, nggak tahu ke WC gimana. Tapi si mbah cuma pakai sarung saja sehat-sehat nggak pernah sakit padahal Dieng dingin," urai Ono.

Kisah Mbah Fanani ini memang misterius. Penduduk Dieng tak banyak tahu soal Mbah Fanani, mereka juga tak mengusiknya. Mereka juga membiarkan kala ada orang berziarah bertemu si mbah. Bila menolak menerima tamu biasanya dia menutup wajahnya dengan rambutnya.

"Ya kita mah hidup masing-masing saja, si Mbah mungkin ingin seperti ini ya biar saja," jelas Ono.

Konon kabarnya dahulu kala awal-awal datang ke Dieng si mbah masih suka berbicara. Dia kerap marah kala orang datang ke dia meminta nomor togel. Kemudian juga, si mbah pernah berucap akan selesai bertapa di Dieng bila ada datang kapal menjemputnya.

Percaya tak percaya, Mbah Fanani ini salah satu fenomena yang ada di Dieng. Anda tertarik menemui si mbah?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar